Keinginan
untuk ke Teluk Kiluan terbesit begitu saja di pikiran. Saya bersama suami dan anak langsung berkendara
menuju Lampung dengan menyebrang dari pelabuhan Merak. Pukul 1 siang, kami
sudah berada di kapal feri sembari menyeduh sekotak mi instan, sambil menikmati pemandangan Selat Sunda.
Setelah 2 jam menyebrang, mobil melaju
menuju Bandar Lampung untuk menjemput guide yang akan menemani saya menyelam
nanti di sekitar Teluk Kiluan. Kami pun lanjut makan malam di sebuah warung
nasi goreng, mengingat perjalanan ke Teluk Kiluan cukup jauh dan tidak banyak
warung makan. Selesai makan, kami kembali berkendara dengan kondisi jalanan
sudah teraspal namun di beberapa titik jalanan berlubang ditambah tidak ada
lampu jalan sehingga menghambat laju mobil. Meski gelap gulita, namun malam itu
langit cerah dan bertaburan banyak bintang. Saya sangat menyukai stargazing dan
memandang langit cukup lama sampai-sampai saya melihat bintang jatuh sebanyak
dua kali. Menakjubkan sekali rasanya!
Setelah kurang lebih empat jam perjalanan,
akhirnya kami tiba di penginapan. Saya mendapati kamar yang letaknya persis di
depan teluk sehingga suara debur air menjadi pengantar tidur yang menyenangkan
di malam hari.
Esoknya,
setelah sarapan pagi, saya bersiap untuk menyelam dengan menaiki perahu jukung.
Perahu ini berbentuk runcing keatas di bagian depan dan belakang yang berguna
untuk memecah ombak. Perahu ini hanya bisa dinaiki 3-4 orang saja. Lokasi
menyelam berada di sekitar Pulau Kelapa yang sebetulnya bukan tempat menyelam
karena kedalaman yang hanya 10 - 12 meter saja. Wisatawan lebih banyak kesini
untuk melihat lumba-lumba dan snorkeling. Pulau Kelapa juga memiliki
pemandangan yang cantik dan pasir yang halus, cocok untuk bersantai ria.
Saat
menyelam, saya cukup senang bisa bertemu penyu hijau, lionfish, nudibranch, dan
ikan nemo favorit saya.
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 siang, saya pun
kembali ke penginapan dan makan siang dengan ikan goreng plus sambal yang sedap
sekali di lidah. Sehabis makan siang, kami bersiap menuju Laguna Gayau dengan
ditemani seorang penduduk lokal yang akan memandu kami hiking ke laguna yang
terletak di balik bukit Teluk Kiluan.
Kami berjalan selama kurang lebih 35
menit dan akhirnya sampai juga di tujuan. Laguna ini terletak persis di sebelah
laut, hanya saja dibatasi karang sehingga tumpahan air yang melewati karang
tersebut menjadi laguna berwarna kehijauan yang sangat mempesona. Kami
beruntung, karena saat itu air laut sedang surut sehingga kami bisa berenang di
laguna dengan aman. Rasanya segar sekali berenang di “kolam renang alami” itu,
kedalamannya 1-2 meter dan terlihat juga beberapa ikan kecil didalamnya.
Di
sebelah laguna juga terdapat sebuah lubang yang berisi air laut. Bila gelombang
air laut menabrak dinding karang dibawahnya, maka lubang tersebut akan
menyemburkan air yang cukup keras sehingga perlu menjaga jarak untuk melihat
lubang tersebut dari dekat. Setelah puas berenang, kami kembali menuju
penginapan.
Keesokan
harinya, saya bangun lebih pagi agar bisa menuju tempat lumba-lumba. Saya
bersama guide dan bapak pengemudi perahu pun segera menaiki perahu jukung. Saat
itu, cuaca agak mendung dan tidak tampak ada perahu lain di sekitar kami.
Menurut infonya, kalau sedang musim liburan, cukup banyak perahu yang melintas.
Setelah satu jam lamanya, saya sampai juga di spot lumba-lumba biasa terlihat.
Bapak pengemudi memelankan laju mesin perahu, gelombang cukup kuat sehingga
perahu terasa terombang-ambing di tengah lautan. Lima belas menit menunggu,
belum juga terlihat lumba-lumba muncul. Rasa kecewa sudah mulai menyelimuti,
tapi tidak lama kemudian guide berseru sambil menunjuk ada lumba-lumba di arah
jam dua. Bapak pengemudi perahu mulai bergerak ke arah lumba-lumba itu muncul.
Saya sontak berdiri saking senangnya melihat gerombolan lumba-lumba datang,
berenang di bawah kapal, bahkan sambil meloncat-loncat ke udara. Benar-benar
seru! Dari awalnya 2 ekor, 5 ekor hingga ada 8 ekor lumba-lumba menunjukkan
kehebatan mereka di hadapan kami. Saya pun mengabadikan kelincahan mereka
sambil berdecak kagum, mereka tampak bahagia sekali di laut ini. Saya sampai
ikut bersedih bila ada sirkus lumba-lumba keliling karena tentu saja mereka
tersiksa berada di kolam sempit, tidak bisa bergerak kesana-kemari dan harus
beratraksi dengan terpaksa agar bisa mendapatkan makanan. Saya merasa lebih
bahagia melihat mereka di alam mereka sendiri ketimbang di sirkus keliling.
Dua puluh
menit kemudian, bapak pengemudi perahu berkata kalau gelombang semakin kencang
dan kami sudah harus kembali ke penginapan. Dalam perjalanan pulang, hujan
mulai turun, saya pun basah kuyub. Tapi tidak apa, saya sudah mendapatkan
pengalaman menakjubkan dari Teluk Kiluan yang akan saya kenang selalu dalam
hati dan ingatan. Siang harinya saya pun kembali pulang menuju Tangerang
membawa memori menyenangkan dari Teluk Kiluan.