Pagi itu matahari tampak cerah dan membuat perjalanan gw
menuju tanah karo terasa lebih menyenangkan. Setelah hampir dua jam perjalanan
menanjak dan berkelok di daerah Brastagi, saya sampai di tujuan pertama-
Pagoda Taman Alam Lumbini yang terletak di Desa Tongkoh, kecamatan Dolatrayat.
Sebelum memasuki kawasan pagoda, saya melihat jejeran kebun kubis, jeruk dan
stroberi yang rapi dan siap dipanen. Tak lama, sampailah saya di halaman parkir
yang tampak sudah padat kendaraan. Saya bergegas memasuki pintu gerbang setelah
melewati pemeriksaan tas yang tidak mengizinkan makanan, minuman, ataupun rokok
masuk ke dalam. Pagoda megah berwarna emas ini meraih rekor MURI sebagai pagoda
terbesar dan tertinggi di Indonesia serta merupakan replika Pagoda Shwedagon di
Bursama, Myanmar. Pagoda ini juga dikelilingi taman luas yang sangat rindang
karena ditanami banyak pohon dan tanaman. Meski hari itu cukup terik namun
udara sejuk Brastagi menemani saya dan keluarga berjalan mengelilingi pagoda. Tak hanya
ornamen khas umat Buddha yang menghiasi bangunan, terdapat juga patung-patung
kecil beragam bentuk yang tersebar di sekitar taman. Arsitektur yang membuat saya terkagum-kagum akan keindahan tempat ini. Hari semakin siang, saya
memutuskan beranjak menuju tujuan saya berikutnya, sehingga tidak sempat masuk
kedalam bangunan pagoda.
Saya lanjut berkendara menuju kawasan wisata Air
Terjun Sipiso-Piso dengan menempuh waktu satu jam perjalanan. Jejeran toko
penjual souvenir dan rumah makan menyambut kedatangan kami, selain juga
banyaknya kendaraan yang terparkir. Gak heran karena memang hari itu
adalah akhir pekan dan tentu saja karena tempat ini sudah begitu tersohor ke
mancanegara. Melewati pintu masuk, saya udah melihat air terjun yang termasuk
salah satu air terjun tertinggi di Indonesia. Dengan ketinggian kurang lebih
120 meter, air terjun ini memang luar biasa spektakuler. Kece banget! Disekitarnya dikelilingi perbukitan dan pohon pinus, tampak dari kejauhan air
deras mengalir keluar dari lubang tebing setinggi 800mdpl. Saya dibuat takjub
dengan suguhan pemandangan di depan mata, baru kali ini saya melihat air
terjun seindah Sipiso-Piso. Tak jauh dari pintu masuk, ada jalan menuju dasar
air terjun berupa anak tangga. Sebelum akhirnya turun, saya beristirahat dan
makan siang di sebuah pondok, sebagaimana pengunjung lain yang juga menikmati
makan siang mereka bersama keluarga maupun sahabat.
Selesai menyantap makan, saya menyusuri punggung bukit
menuruni anak tangga menuju dasar air terjun. Dikelilingi pepohonan, rerumputan
dan bebatuan berukuran besar, saya melihat panorama Danau Toba dari kejauhan.
Dua puluh menit berjalan, saya sampe di gardu pandang yang menandakan sudah
setengah perjalanan menuju dasar. Kaki uda mulai pegel jadi saya
beristirahat sembari mengabadikan pemandangan air terjun dan juga keindahan
danau toba beserta perbukitan yang mengelilinginya. Di dekat gardu, terlihat
sebuah warung kecil yang menjajakan makanan kecil dipenuhi pengunjung yang juga
beristirahat disana. Tak lama, awan kelabu tampak menggantung. Khawatir
terjebak hujan, saya pun mengurungkan niat untuk menuju ke dasar air terjun. Saya buru-buru keatas dengan menaiki tangga yang terasa cukup melelahkan
dibandingkan sewaktu turun. Sampai di atas, saya kembali berkendara pulang
menuju kota Medan.
Dalam perjalanan pulang saya menyempatkan berhenti
untuk membeli jeruk yang dijual di pinggir jalan. Tampak tulisan “Petik Jeruk
Sendiri” yang menandakan terdapat sebuah kebun jeruk di belakang lapak
dagangannya. Sayang sekali saya ga bisa memetik jeruk karena rintik air hujan
sudah mulai turun. Sepertinya saya memang harus kesini lagi untuk memetik jeruk
karena merupakan salah satu kegiatan agrowisata yang punya nilai manfaat tidak
hanya untuk pengunjung tapi juga warga Brastagi. Saya melanjutkan perjalanan
pulang yang terasa lebih lama dikarenakan padatnya jalanan dengan kendaraan.
Menjelang petang, saya berhenti di Penatapan Brastagi, yakni jejeran warung penjual
jagung bakar dan rebus, serta minuman seperti teh dan kopi. Tempat yang selalu
dipenuhi pengunjung ini, tidak hanya menawarkan makanan dan minuman hangat tapi
juga suguhan pemandangan kawasan Brastagi yang dikelilingi pepohonan hijau
disertai kabut. Di bagian bawah bangunan ternyata monyet-monyet liar telah
menunggu untuk mendapat makanan dari para pengunjung. Tentu saja panorama ini
menjadi sangat menarik apalagi bila saat matahari terbenam kita pun
berkesempatan menyaksikannya saat cuaca cerah dan tak terhalang kabut.
No comments:
Post a Comment